Kamis, 10 Januari 2013

Ibu tiada duanya



“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua Ibu Bapakmu,hanya kepada-Ku engkau akan kembali”. (Q.S. 31:14-15)

            Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penghibur kita dikala sedih  sedang melanda, Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan Ibunya, Ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa
merestui dan memberkatinya. Ibu adalah sosok wanita yang luar biasa sehingga memiliki mukjizat dalam berdoa. Ibu sangat berjasa untuk membentuk generasi penerus. 
       
     Tentu saja peran Ayah juga ikut mendukung. Namun Ibu adalah orang yang paling dekat dengan anaknya. Mulai dalam kandungan hingga lahir seolah-olah tak terpisahkan. Sembilan bulan Ibu mengandung lalu melahirkan kita. Inilah yang dijadikan alasan mengapa doa Ibunda menyimpan Mukjizat. Bayangkan sekian lama kesana kemari membawa janinnya. Bertambah bulan bertambah besar dan menyulitkan untuk bergerak.

            Alam semesta selalu berbicara  dalam bahasa Ibu. Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam menghilangkannya. Dalam memuliakan kedudukan Ibu, Islam tidak membatasi diri pada nasihat, perintah dan anjuran lisan. Tetapi, Islam juga memandang perintah dan larangan Ibu sebagai suatu kewajiban untuk dilaksanakan dalam hal-hal tertentu. Misalnya, dalam perkara yang disunnahkan Allah, tetapi berlawanan dengan larangan Ibu, maka anak-anak dinasihati untuk menaati larangan Ibu mereka.

“Islam memandang penghormatan kepada orang tua dan pelaksanaan hak-hak mereka sebagai kewajiban manusia terbesar setelah perintah Ilahi.  Al-Quran mengatakan dalam hubungan ini, "Bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu." (QS 31:14)
Perlu diperhatikan bahwa di sini Allah Ta'ala, segera setelah menyebut hak-Nya sendiri, menyebutkan hak kedua orang tua.

            Dalam Islam, kemarahan dan ketidakpuasan Ibu dipandang sebagai sarana datangnya bencana dan kehancuran.  Dalam beberapa riwayat telah dikatakan secara jelas bahwa orang yang durhaka terhadap orang tuanya tidak akan pernah mencium bau sorga dan tidak akan mencapai kebahagiaan.

            Suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Nabi Allah! Tunjuki saya, kepada siapa saya mesti berbuat baik untuk mendapatkan manfaat yang sempurna atas amal kebajikan saya?" Beliau bersabda, "Berbuat baiklah kepada ibumu." Lelaki itu bertanya lagi, "Dan sesudah beliau?" Nabi menjawab, "Kepada ibumu." Dan kembali bertanya  lagi “ lalu siapa lagi?” Nabi pun menjawab ke tiga kalinya, “Ibumu”. Lelaki itu bertanya, "Kepada orang lain siapakah saya mesti berbuat baik pula?" Nabi bersabda, "Kepada ayahmu."

           
Oleh karena itu marilah saudaraku, selagi masih ada waktu kita muliakan Ibu dan Bapak kita, bahagiakan selalu mereka, jangan sampai kita meneteskan kedua matanya dengan air mata karena perbuatan kita atau kedurhakaan kita, dan sebelum ajal memisahkan kita.

Tidak ada komentar: