Rasul bersabda : "Dalam tubuh manusia ada segumpal daging, apabila ia baik, maka
baik pula seluruh tubuhnya; dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya.
Ketahuilah, itulah hati."
Apa
yang dilihat di luar belum tentu itu mencerminkan apa yang ada di
dalam hati. Bukan berarti perlu hipokrit tetapi kadan-kadang
orang lain tidak perlu tahu apa yang sebenarnya kita rasakan saat itu. Apabila
kita bahagia tidak perlu kita memperlihatkan kebahagian itu secara berlebihan
kepada orang lain. Ketika kita bersedih tidak perlu juga mereka mengetahui
seberapa sakit yang menimpa kita hingga membuat kita bersedih.
Begitu
juga ketika hati kita merasa jengkel,
jangan sampai orang lain kena getahnya. Cukuplah kita sendiri yang
mengetahuinya dan Allahlah tempat kita menumpahkan segala rasa yang ada di
hati, hanya Allah tempat kita mengadu, tempat kita berserah diri. “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Kecerdasan
yang ada di dalam pikiran, bisa dikalahkan oleh kebusukan yang ada di dalam
hati. Orang seperti itu biasanya akan marah pada kebenaran dan senang pada
kebatilan. Dan, jika hal tersebut terjadi, maka itulah hati sedang sakit.
Sama seperti anggota tubuh lainnya, hati yang sakit bisa dilihat dari tiga hal.
Pertama, kemampuan indera yang ada di dalam hati akan hilang secara total. Hati
seperti ini akan menjadi buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Ia tidak bisa membedakan
antara kebenaran, kesesatan, ketakwaan, kemaksiatan, dan lain sebagainya.
Nabi
sering mengingatkan untuk serius dalam menjaga mulut. Pada satu kesempatan, ia
menyatakan berkaitan dengan sikap yang semestinya dilakukan seorang mukmin.
Menurut beliau, seorang yang telah menyatakan diri beriman kepada Allah dan
hari kiamat hendaknya hanya berbicara yang baik-baik, dan kalau ia tidak
sanggup untuk itu, sebaiknya diam saja.
Pada
kesempatan yang lain, Nabi juga menegaskan akibat bagi orang yang tidak mampu
menjaga mulutnya adalah menjadi penghuni Neraka. Penegasan Nabi ini membuktikan
adanya kaitan yang erat antara perkataan dan keimanan. Perkataan yang baik
jelas mencerminkan iman yang tebal. Sebaliknya, dengan iman yang kuat,
seseorang tak akan membiarkan mulutnya untuk berkata-kata kotor. Karena iman
akan menyelamatkan seseorang, maka mulut juga akan menyelamatkannya. Begitu
juga sebaliknya. Dengan demikian, menjaga mulut berarti juga menjaga keimanan.
Dan karena iman itu merupakan suatu keyakinan dalam hati, maka hati juga harus
diperhatikan.
Nabi
mengingatkan bahwa “dalam tubuh manusia
terdapat segumpal daging yang bila ia baik, maka seluruh kediriannya akan baik,
dan bila ia rusak, maka seluruh kediriannya akan rusak, yaitu hati.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar